Sabtu, 04 Mei 2013

Menakar Calon Pemimpin NTB

MENAKAR CALON PEMIMPIN PERANG UNTUK KEMAJUAN NTB

Oleh: Moh. Ali Imron Rosidi


Jika mencermati acara debat calon gubernur (cagup) dan wakil gubernur  (cawagub) yang diselenggarakan KPUD NTB dan disiarkan secara live oleh salah satu stasiun TV nasional pada 27 April lalu, maka masyarakat dapat menyaksikan visualisasi sosok empat pasangan calon NTB 1 yang akan menjadi Jenderal pembangunan daerah. Tidak hanya kenal wajah, tetapi diharapkan juga dapat mengenali program-program janji jika salah satu dari mereka terpilih memenangi suara rakyat yang akan disuling pada 13 Mei 2013 mendatang.

Harapan lainnya, rakyat dapat melihat acara debat itu tidak sekedar acara sosialisai KPUD yang biasa, yang normatif, setelah KPUD mengumumkan status calon tetap pasangan cagub cawagub sebulan sebelumnya.  Lebih penting lagi rakyat NTB ingin acara debat yang dikemas dalam sistem panelis itu sebagai bentuk uji kelayakan publik untuk mengetahui siapakah di antara calon itu yang dapat menawarkan ‘asupan spirit’ sebagai sumber energi inspiratif untuk memajukan daerah. Fakta bahwa alam NTB yang kaya tetapi belum menjadikan warga penghuninya terangkat status kesejahteraannya ini menjadi awal masalah. Karena itu NTB tidak hanya membutuhkan pemimpin yang kuat dari sisi legitimasi politik, tetapi juga berkarakter pemimpin perang.
Isitilah perang bisa sangat menyeramkan ketika berkonotasi dengan dampak bencana yang ditimbulkannya. Namun, perang adalah kebutuhan manusia sepanjang masa. Ia adalah spirit yang melekat (spotted) pada setiap proses (individu atau kelompok) menuntut adanya perubahan. Sejujurnya kita membutuhkan spirit perang ini untuk memberantas kelemahan kita sebagai individu anggota kelompok dan sebagai warga dunia. Spirit perang ini sebagai bentuk kesiapan kemanusiaan kita untuk mencegah potensi bencana perang itu sendiri dari pengabaian atas kendali nilai kemanusiaan.

Kedaulatan politik NKRI sudah dinyatakan sejak hampir 7 dasa warsa yang lalu. Berikutnya, kedaulatan ekonomi menjadi tujuan simultan yang mengaliri tubuh RI untuk menjadi negara adil dan makmur. Karena itu model pengelolaan negara oleh rezim pemerintahan kita harus dapat mencerminkan strategi menciptakan jiwa yang adil dan keraga-an fisik yang makmur. Di sinilah, membangun ekonomi pun harus dipahamkan dalam agenda politik daerah sebagai program perang. Spirit ini nantinya menjadi rujukan politis untuk memberi tekanan pada model prioritasi angaran belanja daerah. Sistem penganggaran yang dibuat harus  dibuat sinkron terhadap perjuangan memerangi kemiskinan dalam rangka meningkatkan mutu akses warga negara memperoleh jaminan layanan dasar keamanan dan kenyamanan melalui bidang-bidang yang dikelola pemerintah.

Secara umum, kita bisa lihat para cagub-cawagub mengkomunikasikan janji program masih berkutat pada pandangan normatif tentang bagaimana meningkatkan bidang layanan kesehatan, pendidikan dan pemerataan infrastruktur antara satu sama lainnya masih mirip-mirip saja.  Mereka pada dasarnya masih membonceng narasi skema besar kebijakan yang sudah ada dalam system perencanaan pembangunan nasional yang sebenarnya masih sebatas rujukan ‘diktat’ murni. Bukankah masing-masing daerah memiliki masalah yang khas yang menuntut solusi secara karakter khas kedaerahan pula.
Selain itu, narasi janji program para pasangan cagub-cawagub terasa masih terbawa oleh arus fragmentasi nomenklatur program kepartaian untuk didesiminasikan di forum legislatif. Cagub-cawagub bukanlah calon pemimpin yang didaulat oleh kelompok geng politik atau gerombolan adventurer pengusaha masa.

Adakah dari cagub-cawagub itu yang sudah berani memberikan gambaran bagaimana peningkatan ekonomi dapat dilaksanakan secara padu dalam sistem komando perang ekonomi semesta di daerah NTB? Masing-masing calon belum ada yang signifikan memberikan pemaparan mengenai program peningkatan ekonomi dalam pendekatan status perang.

Spirit perang sebagai status membangun daerah ini sepertinya dikesampingkan oleh para pemimpin lokal atau daerah. Sejak globalisasi menjadi ombak besar dalam tata baru ekonomi dunia modern, munculah organisasi-organisasi ekonomi kawasan yang beranggotakan antar Negara. Contohnya adalah APEC untuk tingkat negara-negara di Asia Pasifik; ASEM untuk tingkat ASEAN; WTO untuk tingkat organisasi dunia. Selain itu juga muncul gerakan solidaritas kelompok negara Selatan-Utara dalam Forum G21 dan G7, bersatunya sistem mata uang  Eropa dan masih banyak lagi forum ekonomi kawasan di belahan benua. Kesemuanya adalah bentuk reaksi nyata dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi pertempuran pasar bebas sebagai dampak utama era globalisasi.

Gambaran di atas mengandung pesan bahwa globalisasi adalah perang ekonomi dunia yang tangible, nyata. Ia dapat mengancam serta membantai ekonomi rakyat di daerah yang kaya SDA sekalipun –seperti NTB. Para pemimpin daerah yang belum menganggap masalah ini sebagai serius untuk diadvokasikan kepada warganya, maka sama artinya pemimpin itu akan ‘menyetor nyawa‘ rakyatnya untuk perang ekonomi yang belum mereka sadari.

Dalam perang semesta ekonomi ini, negara tidak hanya wajib membekali warganya dengan alutsita (alat utama system persenjataan) perang ekonomi buat warganya, melainkan juga pemimpinnya harus dapat mengarahkan rakyatnya untuk memenangi pertempuran ekonomi yang khas dengan potensi pengembangan ekonominya. NTB dapat memenangi pertempuran ekonomi melalui pengembangan kluster industry wisata dan pertanian. Maka, melalui pendekatan spirit perang ini pemerintah perlu menyediakan alutsita yang handal buat pelaku (tentara) ekonomi, dari aspek hulu dan hilirnya.

Perlu diingat bahwa pada dasarnya musuh utama dalam perang ekonomi adalah kemiskinan universal di level individu anggota kelompok masyarakat akar rumput. Dalam konteks ekonomi pertanian di NTB, melalui spirit perang ini pemerintah harus senantiasa memberikan perbaikan agenda kebijakan dalam rangka menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dengan memaksimalkan produktivitas lahan, menciptakan sistem inti plasma yang pro job, pro poor, pro growth, dan pro environment, revitalisasi sarana dan prasarana, rekonstruksi hilirisasi, reformulasi pasar dalam negeri dan luar negeri, harmonisasi peraturan, dan sinkronisasi sistem agribisnis dan agroindustri.

Pilkada langsung NTB tahun 20013 ini berlangsung pada bulan Mei. Warga NTB sedang berproses untuk menentukan figur pemimpin tepat, yaitu figur yang diharapkan dapat memberikan energi inspirasi buat perbaikan NTB ke depan.  Bulan Mei juga berkenaan dengan momentum peringatan hari Pendidikan Nasional (2 Mei), hari Buruh Sedunia (3 Mei) dan hari kebangkitan nasional (20 Mei). Kita semua berharap agar itu semua dapat dilaksanakan dengan lancar dan dijadikan momentum penting bagi upaya menyediadakan solusi kebangkitan NTB menuju millennium 3.

*) Penulis adalah pendiri Forum Ekonomi Rakyat Tani (FERATANI)