Kamis, 18 April 2013

Komisi Irigasi Lombok Tengah & Lombok Barat

 









NOTULENSI
ACARA
“FASILITASI KOMISI IRIGASI KABUPATEN LOMBOK BARAT DAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH
KEGIATAN SOFT COMPONENT OP SDA I BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA 1 DI. PENGGA-GEBONG dan D.I JURANG SATE”
TEMPAT, WAKTU PELAKSANAAN
KANTOR BAPPEDA LOMBOK BARAT
 16-17 April 2013
PESERTA
60 ORANG terinci sebagai berikut:
6 Narasumber, 26 peserta undangan, 18 orang CO/KCO, 10 LC & asisten LC
SUSUNAN ACARA
1.    PEMBUKAAN
2.    LAPORAN KEGIATAN SOFT COMPONENT (PPK OP SDA 1)
3.    SAMBUTAN & PENGARAHAN (BAPPEDA KAB. LOMBOK BARAT/KETUA KOMIR LOMBOK BARAT)
4.    SAMBUTAN KEPALA BWS NT 1
5.    SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK TENGAH (KETUA KOMIR LOMBOK TENGAH)
6.    DESIMINASI SRI (KONSULTAN AGRONOMIST DISIMP 2)
SAMBUTAN & PEMAPARAN
LAPORAN KEGIATAN SOFT COMPONENT Oleh: Ir. H Sujadi (PPK OP SDA 1)
Kegiatan soft component untuk penguatan kelembagaan selama ini lebih terfokus pada P3A/GP3A/IP3A. Pada tahun anggaran 2013 ini kegiatan DISIMP 2 juga akan memfokuskan pada penguatan kelembagaan KOMIR. Maksud acara fasilitasi pertemuan antar KOMIR ini, selain sebagai sosialisasi kegiatan penguatan KOMIR, juga dalam rangka meng-inventarisir kendala dan permasalahan-permasalahan KOMIR yang dapat menyebabkan kinerjanya belum optimal. Karena itu, pihaknya menyebarkan 26 undangan kepada unsur-unsur pengurus dan anggota KOMIR di 2 kabupaten di Lombok Barat dan Lombok Tengah berharap dapat memperoleh bahan-bahan untuk perbaikan peran, fungsi dan tanggung jawab KOMIR ke depan dalam rangka menyokong program ketahanan pangan nasional berbasis pengelolaan SDA Air secara terpadu.  
KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK BARAT/KETUA KOMIR LOMBOK BARAT
        Posisi NTB dalam konteks Rencana Pembangunan Klaster Wilayah Ekonomi  Nasional, berada pada koridor 5, yaitu menitikberatkan pada pengembangan bidang Pariwisata, pertanian dan rumput laut.
Untuk tanaman pangan, NTB termasuk salah satu lumbung pangan nasional dan pemasok lifestock khusus untuk sapi. Sedangkan untuk hasil peternakan unggas, Provinsi NTB harus mendatangkan dari Jawa dan Bali untuk memenuhi kebutuhan daging unggas (ayam potong) masyarakat local dan permintaan input pada industry pariwisata.
        Di bidang Infrastruktur pertanian irigasi, KOMIR memiliki kompetensi dalam system tata-kelola  optimalisasi pemanfaatan air dan perlindungan daerah resapan air untuk keandalan mata air agar tidak terjadi ketimpangan yang besar rasio volume debit air antar musim.
       Tahun 2009-2014, fokus pada pengembangan saluran irigasi pedesaan yang mana Lombok Barat menargetkan  pembangunan irigasi untuk 22.000 ha lahan pertanian. Posisi sampai tahun 2013 baru mencapai angka 19.000 ha. Jika dilihat dari angka yang belum tercapai untuk satu tahun ke depan sebanyak 3.000 ha, maka Kabupaten Lombok Barat masuk kategori rapot merah.  Namun demikian, hal ini berkaitan dengan status berkurangnya kewenangan pengelolaan wilayah irigasi di Kab. Lobar yang baru saja mengalami pemekaran menjadi Mataram kota dan Lombok Utara.  

KEPALA BWS NT 1 (diwakili oleh Ir. Asep Suwandi)
          Acara ini difasilitasi oleh BWS NT 1 dalam rangka memberikan momentum penguatan peran dan tanggungjawab (tupoksi) pihak-pihak yang terkait dalam KPI (Kelembagaan Pengelola Irigasi). KOMIR merupakan lembaga yang terdiri dari berbagai unsur KPI memiliki peran strategis dalam rangka melaksanakan tanggungjawab koordinasi pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan yang bermuara pada kinerja untuk mendukung program ketahanan pangan daerah dan nasional.
         Beberapa isu penyebab deficitnya neraca ketersediaan air di Pulau Lombok dari tahun ke tahun yang semakin besar membutuhkan perhatian bersama antara pemerintah dan masyarakat pemakai SDA air. Secara garis besar, ada 2 penyebab deficit neraca air. Pertama, berkaitan dengan meningkatnya konsumsi air. Kedua, berkaitan dengan menurunnya ketersediaan air. Sebab pertama, karena factor pertumbuhan jumlah dan jenis pemakai air. Antara lain  naiknya jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan air bersih, air untuk industry pariwisata (perhotelan), industry pengolahan air baku (air kemasan), air untuk industry pengolahan hasil pertanian (skunder dan tersier) dan air untuk lahan pertanian. Sebab kedua, karena factor menurunya kemampuan lingkungan daerah resapan air yang berdampak pada merosotnya kemampuan lingkungan untuk menahan penerimaan volume air dari curah hujan.
        Isu-isu tersebut jika tidak ditangani secara serius dapat mengancam krisis air (seperti yang telah terjadi di wilayah Jawa). Bahkan, status NTB sebagai lumbung pangan nasional dapat terancam. Posisi KOMIR sangat strategis untuk menjembatani para pihak yang berkepentingan dalam memecahkan ancaman krisis air di NTB dan di Pulau Lombok khususnya. Kegiatan program soft component BWS NT 1 bagian dari kelompok pelaksana program dalam rangka optimalisasi pemanfaatan air berkelanjutan untuk usaha tani. Optimalisasi ini meliputi pelaksanaan sinergi antara 1) penataan kegiatan OP Irigasi; 2) upaya advokasi system tanam dan; 3) bersamaan dengan upaya pembinaan (penguatan) kelembagaan pengelola irigasi.
         Sementara itu ditambahkan oleh SEKRETARIS KOMIR KABUPATEN LOMBOK BARAT, Bp. Arif, bahwa fasilitasi pertemuan antar KOMIR Kabupaten ini penting pula membahas masalah limbah pertambangan  yang mencemari air irigasi oleh aktifitas pertambangan perorangan (gelondongan batu emas) di dua wilayah KOMIR kabupaten tersebut.
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK TENGAH/KETUA KOMIR LOMBOK TENGAH (diwakili oleh Sekretaris KOMIR Lombok Tengah)
           Diakuinya, bahwa kinerja KOMIR di Kabupatan Lombok Tengah cenderung stagnan (mandeg), dianggap sedang dalam status krisis penyelenggaraan. Keberadaan dan fungsi Sekretariat masih belum pasti. Padahal, memasuki usianya di tahun ke-4 ini, KOMIR Lombok Tengah harus segera menyusun RENSTRA 1-5 tahun ke depan. Status necara air di Lombok Tengah adalah deficit sebanyak 215 juta kubik. Ini masalah krusial perlu segera ada pemecahan serius, karena angka deficit tersebut setara dengan volume untuk kebutuhan 4000 ha areal pertanian. Di wilayah Kab. Lombok Tengah terdapat 50.000 ha merupakan lahan spot irigasi terluas di Pulau Lombok yang terbagi dalam 67 Daerah Irigasi.
           Beberapa isu aktual belum terjamah oleh peran KOMIR antara lain pertama, lemahnya penanganan atas maraknya isu mengenai lelang (komersialisasi) jatah jadwal volume air kepada subak. Kedua, lemahnya penertiban atas pelanggaran pelaksanaan rencana tanam. Ke depan, perlu dipikirkan bagaimana agar produk-produk yang direkomendasikan KOMIR lebih koersif (memiliki daya paksa), sehingga perbub mengenai pola tanam tahunan kabupaten tidak menjadi peraturan di atas kertas saja (ompong). 
        Ditambahkan oleh H. Asep Suwandi (BWS NT 1), bahwa memang terdapat ketidaksinkronan dalam pelaksanaan system pola tanam musiman. Satu sisi, Menteri Pertanian dan Peternakan memberikan kebebasan kepada petani untuk memilih jenis tanaman yang dinilai bernilai tinggi. Di sisi lain, petani yang berstatus subak (pemakai air irigasi) terikat oleh fakta ketersediaan air.  Ini perlu diberikan sudut pandang pemahaman antara petani di lahan irigasi (subak) dan petani non lahan irigasi (lahan kering dan lahan basah alami.
      H. Asep Suwandi menganggap perlu dilakukan koordinasi antar KOMIR untuk menyuarakan aspirasinya kepada BWS. KOMIR perlu memberikan informasi secara kelembagaan kepada BWS mengenai kebutuhan-kebutuhan di lapangan pelaksanaan. Karena itu, di sini ada konsultan kelembagaan. Stakeholder BWS juga terkait dengan PDAM (perusahaan komersial pengelola air untuk konsumsi domestik)

DESIMINASI SRI (Bp. Abdul Rahim, KONSULTAN PUSAT DISIMP 2, bidang AGRONOMI)
         Konsep pengelolaan air irigasi berdasarkan prinsip memahami sirkulasi berkumpulnya air.  Secara teknis pemahaman ini berakar dari hukum fisika mengenai 1) system sirkulasi atas dalam wujud penguapan air melalui peredaran udara (evaporasi dan transpirasi); 2) system sirkulasi bawah dalam wujud rembesan dan perkolasi. 
         Pengairan atau irigasi merupakan bagian dari pengelolaan distribusi air dalam rangka pelaksanaan pola ‘stock system’ air sebagai salah satu pemenuhan input dalam usaha pertanian. Pengairan (mengairi) lahan pertanian memerlukan strategi agar keberadaan air dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman mengikuti stock system alami air sesuai tipe hidrologi wilayah terkait. Strategi ini menghasilkan model “on farm water management” sesuai dengan jenis tanaman dan kapasitas lahan (media tanamnya). Misalnya, bagaimana mengatur tingkat ketersediaan air untuk lahan tanaman padi yang membutuhkan 3-5 kubik air untuk setiap 1 kg beras yang dihasilkannya.
      
SESI TANYA JAWAB
Bagaimana Komir berperan?
Junaidi, OP Lombok Barat  menanyakan: 1) berkaitan dengan banyaknya pelanggaran Rencana Tata Tanam.; 2) jika pelanggaran tersebut berkaitan dengan kinerja Dinas Pertanian, maka apa saja dampaknya terhadap upaya pengedalian siklus hama penyakit; 3) Kriteria pengusulan suatu wilayah pertanian untuk dapat mengakses jaringan irigasi.

Seperti apa penerapan Sistem Informasi Manajemen Irigasi?
H. Aripin, Ketua GP3A bertanya: 1) berkaitan dengan transparansi prosentasi alokasi pembagian air; 2) SOP Pengawasan mengenai jadwal penggiliran volume air dan 3) berkaitan dengan transparansi alokasi anggaran pengelolaan OP Partisipatif.

Bagaimana Mekanisme Pemberian Sanksi?
H. Muslim, Pengamat D.I Jurang Sate Hilir:  1) Jika suatu wilayah irigasi tidak mematuhi peraturan (Perda); 2) gangguan fungsi asset irigasi oleh kelompok masyarakat.

Bagaimana Fungsi advokatif KOMIR?
Baiq Manik Sofian, SE. Akt, konsuktan local bidang institusi.: berkaitan dengan penetapan status bencana pertanian.

Rekomendasi-rekomendasi
Bp. Arif, SEKRETARIS KOMIR KABUPATEN LOMBOK BARAT 1) Berkaitan dengan Wacana Program Kerja KOMIR.; 2) Membuat data base system irigasi.





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar