NOTULENSI
ACARA
|
“FASILITASI KOMISI IRIGASI KABUPATEN LOMBOK BARAT DAN KABUPATEN
LOMBOK TENGAH
KEGIATAN SOFT COMPONENT OP SDA I BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA 1
DI. PENGGA-GEBONG dan D.I JURANG SATE”
|
TEMPAT, WAKTU PELAKSANAAN
|
KANTOR BAPPEDA LOMBOK BARAT
16-17 April 2013
|
PESERTA
|
60 ORANG terinci sebagai berikut:
6 Narasumber, 26 peserta undangan, 18 orang CO/KCO, 10 LC &
asisten LC
|
SUSUNAN ACARA
|
1.
PEMBUKAAN
2.
LAPORAN KEGIATAN SOFT COMPONENT (PPK OP SDA 1)
3.
SAMBUTAN & PENGARAHAN (BAPPEDA KAB. LOMBOK
BARAT/KETUA KOMIR LOMBOK BARAT)
4.
SAMBUTAN KEPALA BWS NT 1
5.
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK TENGAH
(KETUA KOMIR LOMBOK TENGAH)
6.
DESIMINASI SRI (KONSULTAN AGRONOMIST DISIMP 2)
|
SAMBUTAN & PEMAPARAN
|
|
LAPORAN KEGIATAN SOFT COMPONENT Oleh: Ir. H Sujadi (PPK OP SDA 1)
Kegiatan soft component untuk penguatan kelembagaan selama ini lebih terfokus
pada P3A/GP3A/IP3A. Pada tahun anggaran 2013 ini kegiatan DISIMP 2 juga akan memfokuskan
pada penguatan kelembagaan KOMIR. Maksud acara fasilitasi pertemuan antar KOMIR
ini, selain sebagai sosialisasi kegiatan penguatan KOMIR, juga dalam rangka
meng-inventarisir kendala dan permasalahan-permasalahan KOMIR yang dapat
menyebabkan kinerjanya belum optimal. Karena itu, pihaknya menyebarkan 26
undangan kepada unsur-unsur pengurus dan anggota KOMIR di 2 kabupaten di
Lombok Barat dan Lombok Tengah berharap dapat memperoleh bahan-bahan untuk
perbaikan peran, fungsi dan tanggung jawab KOMIR ke depan dalam rangka
menyokong program ketahanan pangan nasional berbasis pengelolaan SDA Air
secara terpadu.
|
|
KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK BARAT/KETUA KOMIR LOMBOK BARAT
Posisi NTB dalam konteks Rencana
Pembangunan Klaster Wilayah Ekonomi Nasional,
berada pada koridor 5, yaitu menitikberatkan pada pengembangan bidang
Pariwisata, pertanian dan rumput laut.
Untuk tanaman pangan, NTB termasuk salah satu lumbung pangan nasional
dan pemasok lifestock khusus untuk sapi. Sedangkan untuk hasil peternakan
unggas, Provinsi NTB harus mendatangkan dari Jawa dan Bali untuk memenuhi
kebutuhan daging unggas (ayam potong) masyarakat local dan permintaan input
pada industry pariwisata.
Di bidang Infrastruktur pertanian irigasi,
KOMIR memiliki kompetensi dalam system tata-kelola optimalisasi pemanfaatan air dan
perlindungan daerah resapan air untuk keandalan mata air agar tidak terjadi
ketimpangan yang besar rasio volume debit air antar musim.
Tahun 2009-2014, fokus pada pengembangan saluran
irigasi pedesaan yang mana Lombok Barat menargetkan pembangunan irigasi untuk 22.000 ha lahan
pertanian. Posisi sampai tahun 2013 baru mencapai angka 19.000 ha. Jika
dilihat dari angka yang belum tercapai untuk satu tahun ke depan sebanyak 3.000
ha, maka Kabupaten Lombok Barat masuk kategori rapot merah. Namun demikian, hal ini berkaitan dengan
status berkurangnya kewenangan pengelolaan wilayah irigasi di Kab. Lobar yang
baru saja mengalami pemekaran menjadi Mataram kota dan Lombok Utara.
|
|
KEPALA BWS NT 1 (diwakili oleh Ir. Asep Suwandi)
Acara ini
difasilitasi oleh BWS NT 1 dalam rangka memberikan momentum penguatan peran
dan tanggungjawab (tupoksi) pihak-pihak yang terkait dalam KPI (Kelembagaan
Pengelola Irigasi). KOMIR merupakan lembaga yang terdiri dari berbagai unsur
KPI memiliki peran strategis dalam rangka melaksanakan tanggungjawab
koordinasi pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan yang bermuara pada
kinerja untuk mendukung program ketahanan pangan daerah dan nasional.
Beberapa isu penyebab deficitnya neraca
ketersediaan air di Pulau Lombok dari tahun ke tahun yang semakin besar
membutuhkan perhatian bersama antara pemerintah dan masyarakat pemakai SDA
air. Secara garis besar, ada 2 penyebab deficit neraca air. Pertama, berkaitan
dengan meningkatnya konsumsi air. Kedua, berkaitan dengan menurunnya
ketersediaan air. Sebab pertama, karena factor pertumbuhan jumlah dan jenis pemakai
air. Antara lain naiknya jumlah
penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan air bersih, air untuk industry pariwisata
(perhotelan), industry pengolahan air baku (air kemasan), air untuk industry
pengolahan hasil pertanian (skunder dan tersier) dan air untuk lahan
pertanian. Sebab kedua, karena factor menurunya kemampuan lingkungan daerah
resapan air yang berdampak pada merosotnya kemampuan lingkungan untuk menahan
penerimaan volume air dari curah hujan.
Isu-isu tersebut jika
tidak ditangani secara serius dapat mengancam krisis air (seperti yang telah
terjadi di wilayah Jawa). Bahkan, status NTB sebagai lumbung pangan nasional
dapat terancam. Posisi KOMIR sangat strategis untuk menjembatani para pihak
yang berkepentingan dalam memecahkan ancaman krisis air di NTB dan di Pulau
Lombok khususnya. Kegiatan program soft component BWS NT 1 bagian dari kelompok
pelaksana program dalam rangka optimalisasi pemanfaatan air berkelanjutan untuk
usaha tani. Optimalisasi ini meliputi pelaksanaan sinergi antara 1) penataan kegiatan
OP Irigasi; 2) upaya advokasi system tanam dan; 3) bersamaan dengan upaya
pembinaan (penguatan) kelembagaan pengelola irigasi.
Sementara itu
ditambahkan oleh SEKRETARIS KOMIR KABUPATEN LOMBOK BARAT, Bp. Arif, bahwa fasilitasi pertemuan
antar KOMIR Kabupaten ini penting pula membahas masalah limbah pertambangan yang mencemari air irigasi oleh aktifitas
pertambangan perorangan (gelondongan batu emas) di dua wilayah KOMIR
kabupaten tersebut.
|
|
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KAB. LOMBOK TENGAH/KETUA KOMIR LOMBOK TENGAH
(diwakili oleh Sekretaris KOMIR Lombok
Tengah)
Diakuinya, bahwa kinerja
KOMIR di Kabupatan Lombok Tengah cenderung stagnan (mandeg), dianggap sedang
dalam status krisis penyelenggaraan. Keberadaan dan fungsi Sekretariat masih
belum pasti. Padahal, memasuki usianya di tahun ke-4 ini, KOMIR Lombok Tengah
harus segera menyusun RENSTRA 1-5 tahun ke depan. Status necara air di Lombok
Tengah adalah deficit sebanyak 215 juta kubik. Ini masalah krusial perlu
segera ada pemecahan serius, karena angka deficit tersebut setara dengan volume
untuk kebutuhan 4000 ha areal pertanian. Di wilayah Kab. Lombok Tengah terdapat
50.000 ha merupakan lahan spot irigasi terluas di Pulau Lombok yang terbagi
dalam 67 Daerah Irigasi.
Beberapa isu aktual belum
terjamah oleh peran KOMIR antara lain pertama, lemahnya penanganan atas maraknya
isu mengenai lelang (komersialisasi) jatah jadwal volume air kepada subak. Kedua,
lemahnya penertiban atas pelanggaran pelaksanaan rencana tanam. Ke depan, perlu
dipikirkan bagaimana agar produk-produk yang direkomendasikan KOMIR lebih
koersif (memiliki daya paksa), sehingga perbub mengenai pola tanam tahunan
kabupaten tidak menjadi peraturan di atas kertas saja (ompong).
Ditambahkan oleh H. Asep Suwandi (BWS NT 1), bahwa
memang terdapat ketidaksinkronan dalam pelaksanaan system pola tanam musiman.
Satu sisi, Menteri Pertanian dan Peternakan memberikan kebebasan kepada petani
untuk memilih jenis tanaman yang dinilai bernilai tinggi. Di sisi lain,
petani yang berstatus subak (pemakai air irigasi) terikat oleh fakta
ketersediaan air. Ini perlu diberikan
sudut pandang pemahaman antara petani di lahan irigasi (subak) dan petani non
lahan irigasi (lahan kering dan lahan basah alami.
H. Asep Suwandi menganggap
perlu dilakukan koordinasi antar KOMIR untuk menyuarakan aspirasinya kepada
BWS. KOMIR perlu memberikan informasi secara kelembagaan kepada BWS mengenai
kebutuhan-kebutuhan di lapangan pelaksanaan. Karena itu, di sini ada
konsultan kelembagaan. Stakeholder BWS juga terkait dengan PDAM (perusahaan
komersial pengelola air untuk konsumsi domestik)
|
|
DESIMINASI SRI (Bp. Abdul
Rahim, KONSULTAN PUSAT DISIMP 2, bidang AGRONOMI)
Konsep pengelolaan air
irigasi berdasarkan prinsip memahami sirkulasi berkumpulnya air. Secara teknis pemahaman ini berakar dari hukum
fisika mengenai 1) system sirkulasi atas dalam wujud penguapan air melalui
peredaran udara (evaporasi dan transpirasi); 2) system sirkulasi bawah dalam
wujud rembesan dan perkolasi.
Pengairan atau irigasi
merupakan bagian dari pengelolaan distribusi air dalam rangka pelaksanaan
pola ‘stock system’ air sebagai salah satu pemenuhan input dalam usaha pertanian.
Pengairan (mengairi) lahan pertanian memerlukan strategi agar keberadaan air
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman mengikuti stock system alami
air sesuai tipe hidrologi wilayah terkait. Strategi ini menghasilkan model
“on farm water management” sesuai dengan jenis tanaman dan kapasitas lahan
(media tanamnya). Misalnya, bagaimana mengatur tingkat ketersediaan air untuk
lahan tanaman padi yang membutuhkan 3-5 kubik air untuk setiap 1 kg beras
yang dihasilkannya.
|
|
SESI TANYA JAWAB
|
|
Bagaimana Komir berperan?
Junaidi, OP Lombok Barat menanyakan: 1) berkaitan dengan banyaknya
pelanggaran Rencana Tata Tanam.; 2) jika pelanggaran tersebut berkaitan
dengan kinerja Dinas Pertanian, maka apa saja dampaknya terhadap upaya
pengedalian siklus hama penyakit; 3) Kriteria pengusulan suatu wilayah
pertanian untuk dapat mengakses jaringan irigasi.
Seperti apa penerapan Sistem Informasi Manajemen Irigasi?
H. Aripin, Ketua GP3A
bertanya: 1) berkaitan dengan transparansi prosentasi alokasi pembagian air;
2) SOP Pengawasan mengenai jadwal penggiliran volume air dan 3) berkaitan
dengan transparansi alokasi anggaran pengelolaan OP Partisipatif.
Bagaimana Mekanisme Pemberian Sanksi?
H. Muslim, Pengamat D.I Jurang
Sate Hilir: 1) Jika suatu wilayah
irigasi tidak mematuhi peraturan (Perda); 2) gangguan fungsi asset irigasi
oleh kelompok masyarakat.
Bagaimana Fungsi advokatif KOMIR?
Baiq Manik Sofian, SE. Akt,
konsuktan local bidang institusi.: berkaitan dengan penetapan status bencana
pertanian.
|
|
Rekomendasi-rekomendasi
Bp. Arif, SEKRETARIS KOMIR
KABUPATEN LOMBOK BARAT 1) Berkaitan dengan Wacana Program Kerja KOMIR.; 2)
Membuat data base system irigasi.
|